IMG_20140808_191710Acara jajan dan makan kali ini cukup istimewa, karena untuk pertama kalinya di bulan Agustus ini berkesempatan incip – incip di Ibukota. Jangan dikira dari judulnya penulis sedang berada di kawasan Senayan, tapi ternyata Justru ada di daerah Kemang di resto / rumah makan “Sate Khas Senayan”. Kawasan ini banyak orang yang menyebut bahwa Kemang adalah Legian’nya (Bali) Jakarta, karena banyak dihuni dan dikunjungi turis asing.

 

Atas rekomendasi rekan yang ikut mendampingi dan beberapa rujukan dari sosmed serta komentar di seputaran Blog kuliner, saya (penulis-red) akhirnya sedikit ‘terpaksa’ memesan “Ketupat Campur” sebagai hidangan yang layak untuk dinikmati. Dan sebagai penyejuk dahaga, segelas Jus Sirsak sangat cocok untuk menemani saya yang saat itu lagi pingin minuman segar.

Eksterior alias penampilan ruangan rumah makan ini sih cukup menarik perhatian, karena dihiasi beragam karakter komik strip dan wayang. Bisa jadi si penggagas rumah makan ini menginginkan unsur edukasi terhadap salah satu budaya yang saat ini dilupakan. Suasananya juga cukup menyenangkan apalagi saya memilih tempat yang mirip balkon agar bisa melihat suasana jalan dari ketinggian. Oh iya, jangan harap ditempat ini ada hidangan menu dari luar negeri, karena memang nggak menyediakan. Serta dari pengamatan saat berada di tempat ini, banyak ekspatriat yang datang untuk menikmati hidangan di tempat ini. Skala nilai untuk suasana, saya memberi skor angka 85.

clip_image002

Tapi kejutan awal saat menikmati kuliner ini terjadi saat pesanan mulai datang. Tidak sampai sepuluh menit Jus Sirsak mulai hadir di meja. Cukup segar dan sirsaknya cukup kental, dan saya memang pesan agar campuran Es-nya tidak terlalu banyak. Sangat memuaskan dari segi hidangan Minuman.

Untuk makanan?… Saya cukup terkejut, selang beberapa lama setelah pesanan minuman tersaji, makanan utama yang saya pesan langsung segera menyusul. Padahal perkiraan waktu saya seharusnya butuh waktu diatas 15 menit. Apalagi mangkok sajinya juga cukup besar, alias ukuran Jumbo. Ini adalah sesuatu yang ‘WOW’ menurut saya, namun inilah yang membuat jadi penasaran menguak misteri rasa dibalik hidangan tersebut.

clip_image004

Soal penampilan cukup rame dengan beragam hidangan dalam sebuah mangkuk yang cukup besar. Namun ada sedikit kekecewaan saat penyaji hidangan mengatakan bahwa stok Ketupatnya habis, dan terpaksa diganti dengan Lontong. Yah nggak apa-apa deh, toh rasanya beda tipis, walaupun sebetulnya rasa antara Lontong dan Ketupat memiliki ciri sendiri-sendiri. Sayangnya ternyata si Lontong sendiri juga tersaji terlalu padat alias keras sehingga tidak terasa empuk dan punel.

Ada beberapa pendamping yang akan diulas satu persatu, dengan dasar utama Ketupat eehh… Lontong dengan sayur buah Manisah (saya lupa apakah ada istilah lain buah Manisah dalam bahasa Indonesia). Bumbu pada sayurnya kurang begitu mantab untuk sebuah masakan Indonesia, hal ini diketahui dari uji rasa pada kuah santannya. Namun bagi beberapa kalangan, misalnya orang tua, rasanya dianggap sudah cukup. Dan jangan lupa, rasa bumbu yang terlalu kuat rasanya juga jadi pertimbangan, mengingat sebagian pengunjung adalah para Ekspatriat dimana mayoritas kurang cocok jika merasakan sensasi rempah yang terlalu kuat di masakan Indonesia. Jadi kalau buat turis asing, rasa tersebut sudah dianggap cukup sensasional lhoo.

Disela-sela sayurnya bisa ditemukan beberapa udang kecil namun dagingnya cukup tebal dan lembut, sehingga mempengaruhi aroma kuah santan menjadi lebih gurih. Dan sebagai pendamping utama yang sangat mencolok ialah tiga buah tusuk sate daging. Akan tetapi rasa sate ini kurang mantap, dan setelah dicermati pada tampilan daging sate terlihat bahwa proses pembakarannya bukan dibakar diatas bara api arang. Tapi menggunakan tekhnik yang biasa disebut di Grill, atau dipanggang diatas pemanggang oven. Hal ini bisa dilihat dari warna proses hasil bakaran di sate, yang tidak banyak ditemukan daging yang berwarna kegelapan akibat proses Karamelisasi saat proses pembakaran, seperti yang biasa ditemukan pada sate yang dibakar diatas arang. Dan tehnik Grill mengurangi sensasi rasa yang diharapkan pada penyajian sate. Mungkin karena lokasi rumah makan tidak memungkinkan adanya aktivitas bakar-bakar sate seperti pada umunya, sehingga proses masaknya seperti yang penulis duga.

clip_image006

Pendamping lainnya pada sayur ialah Tahu Bacem, bagi orang Jawa (tengah dan timur) dijamin cukup familiar dengan hidangan ini. Yaitu tahu yang dimasak dahulu dalam rendaman gula Jawa dengan beberapa tambahan bumbu, dan biasanya Tahu’nya akan berasa sedikit padat tapi tidak keras dan manis. Namun disini, justru sang Tahu malah tersaji cukup lembut, mirip dengan Tahu sutera dengan rasa yang berbeda dari yang diharapkan. Juga bukan tersaji sebagi sekotak tahu yang utuh, melainkan dalam irisan sebanyak dua potong.

Selain Tahu Bacem juga tersaji separuh butir Telur Bacem, maksudnya bukan tersaji utuh satu butir, melainkan sudah dibelah dan hanya disajikan separuhnya saja. Dan sekali lagi sensasi rasa Bacem’nya yang kurang menggigit di lidah. Kenapa dikatakan Telur Bacem?.. karena dari warna penyajian telur yang kecoklatan secara merata, sebagai akibat proses memasak yang sama dengan Tahu Bacem.

Daging Empal dan Sambal Goreng Kentang sebagai tambahan pendamping. Untuk daging empal tersaji dalam irisan daging yang cukup lembut dengan rasa yang tidak terlalu mencolok, dan sambal goreng kentang yang hadir dalam jumlah porsi yang minimalis. Kekuranga lain sebagai sebuah paket hidangan masakan, menu tersebut tersaji tidak dalam keadaan Hangat!

Sebagai pemanis, sayur ini disajikan dengan kerupuk unyil sebagai Topping, yaitu krupuk yang memiliki aneka warna dalam ukuran kecil dan biasa digoreng di minyak. Padahal yang saya harapkan sebetulnya justru keripik Melinjo sebagai pengganti kerupuknya. Dan tidak lupa ada potongan daun Kemangi sebagai hiasan akhir.

Skor akhir rasa masakan dan penyajian di rumah makan ini yang bisa saya berikan ialah 55 point. Namun untuk usaha pengemasan suasana dan pelestarian kuliner khas Indonesia patut di acungi jempol dengan kisaran angka 85 point. Oh iya, ternyata restoran / rumah makan ini di Jakarta memiliki beberapa gerai atau cabang. Apakah ini dikelola oleh perorangan atau franchise, penulis tidak sempat menanyakannya sih. Semoga review kuliner ini bisa bermanfaat. (ditya/*)